Sudah lama sajak saat itu, untuk sejenak saya paused dari menulis blog,
Tepatnya 10 Juni 2011, dari mulai malam hari sebelum tanggal tersebut, saya sudah merasa gelisah, dan tidak tenang entah tidak tahu kenapa malam hari itu terasa sulit bagi saya untuk memenjamkan mata terlelap dan merasuk ke dunia mimpi, pagi hari ku mulai hariku dengan shalat subuh berjamaah di mushala, langkah kaki terasa berat untuk saya bawa berlari pagi ditambah dengan desir dingin angin pagi hari dan kantung mata yang timbul akibat sulit tidur semalam, saya lepas semua peluh saat mandi.
Makan pagi di meja jumat itu seperti biasanya namun sedikit segan, ah, mungkin karena kemarin hari kamis. Kuliah pun berlangsung seperti biasa sampai waktu bel berbunyi. siang hari itu saya melaksanakan ibadah shalat jumat di Mesjid Asy-Syuhada, karena saya termasuk dalam kepengurusan mesjid atau biasa mereka sebut Tim Mushala,, saya berangkat mendahului, biasanya memang kami bertugas untuk menyiapkan semua keperluan sebelum ibadah jumatan dimulai, membersihkan tempat wudhu, memasang kain putih, melepas tirai, menyalakan ac, kipas angin, membuka pintu-pintu mesjid dan sebagainya, memang keuntungan yang sebenarnya saya rasakan adalah bisa mendahului shalat sunnah dan berdzikir.
Makan pagi di meja jumat itu seperti biasanya namun sedikit segan, ah, mungkin karena kemarin hari kamis. Kuliah pun berlangsung seperti biasa sampai waktu bel berbunyi. siang hari itu saya melaksanakan ibadah shalat jumat di Mesjid Asy-Syuhada, karena saya termasuk dalam kepengurusan mesjid atau biasa mereka sebut Tim Mushala,, saya berangkat mendahului, biasanya memang kami bertugas untuk menyiapkan semua keperluan sebelum ibadah jumatan dimulai, membersihkan tempat wudhu, memasang kain putih, melepas tirai, menyalakan ac, kipas angin, membuka pintu-pintu mesjid dan sebagainya, memang keuntungan yang sebenarnya saya rasakan adalah bisa mendahului shalat sunnah dan berdzikir.
Merasakan hal yang pernah dulu terbesit dalam pikiranku, yaitu temanku Brigtutar Irfan Abdul Gofar, betapa tegarnya ia, mendoakan ayahnya yang telah berpulang kira-kira satu minggu yang lalu, ingin rasanya sesaat setelah shalat jumat selesai menyapanya, dan ingin rasanya menanyakan bagaimanakah caranya menjadi tegar menghadapi musibah yang demikian sedih kehilangan seoarang ayah. Namun entah mengapa terhenti lidah ini bertanya, aku masih takut akan membuatnya malah kembali sedih. maka kuurungkan niatanku bertanya, dan hanya kusapa dengan salam dan senyum.
Sekitar satu menit setelah makan siang, salah satu Brigtutar berbicara bahwa aku tengah dicari oleh Kasubagmin Kompol Pepen Supena, aku mengernyitkan dahi heran, tumben sekali seorang Kasubagmin tiba-tiba saja mencari seorang Fajri. Bergegas aku menemui beliau yang sudah berada diluar ruang makan bersama AKP. Roman. Bagaikan halilintar menyambar dasyat di jantungku saat itu kudengar Ayahku pada pukul 10.00 telah meninggal dunia, beliau mencoba menenangkan hatiku dan mengajakku ke kantor detasemen untung mengurus surat izin pulang. benar tak kuasa ku bendung lagi, berbagai rasa sakit berkecamuk, rasa sesal, sedih, kecewa, dan entah rasa apa lagi yang membuat sesak, akhirnya aku pergi ke ruang sebelah kantor.
Menunduk dan tumpah, kenapa Tuhan ? kenapa aku tidak diberi kesempatan meminta maaf? kenapa aku tak bisa bisa bersamanya di saat terakhirnya? kenapa?
Saat itu pukul 2 siang, setelah ku hubungi keluarga di rumah, ternyata ayah harus segera dikebumikan, padahal aku belum sempat melihat beliau untuk terakhir kalinya. perasaan teramat pedih yang tak bisa kuungkapkan. Kuambil wudhu dan kulakukan shalat ghaib, membaca surat yasin, dan berdoa. setidaknya hanya itu yang bisa aku lakukan saat itu.
Aku akhirnya pulang menggunakan bis, - tanpa kubawa handphone - perjalanan 7 jam paling galau seumur hidupku. Sesampainya di rumah sekitar pukul 22.20 banyak sanak saudara namun yang menjadi perhatianku hanya ibu, aku tahu betul seberapa besar perjuangan ibuku merawat ayah selama beliau sakit, aku tidak boleh menangis didepannya, ibu hanya menangis memelukku. Kucoba tabahkan ibu. Kuusah airmata ibu, Mencoba mengikhlaskan orang yang paling dicintai memang sesuatu yang berat, namun ku yakinkan ibu untuk tabah mengikhlaskan ayah agar beliau tenang di alam sana.
Aku akan selalu berdoa untuk mu Ayah dalam sujudku, akan ku buat dirimu bangga, walau tak sempat lagi melihat anakmu.
Sedihh. Memang rasa sakit yg paling dalam disaat kita tahu orang yang kita sayang pergi selamanya.
BalasHapusSalam kenal yah tulisannya bagus :)